Tuesday, December 6, 2011

Moms, a Beautiful Person in The World ^^



Sebentar lagi tanggal 22 Desember, dan itu adalah hari Ibu. Umm, apa yang kau tau tentang hari Ibu, hari ibu adalah hari dimana semua orang mengenang dan menghormati serta menyayangi ibu mereka, meskipun menurutku untuk menyayangi ibu tidak harus pada tanggal 22 desember saja, setiap hari juga kita sayang pada ibu. Kata buku yang aku baca dan orang-orang disekitarku, mereka mengatakan bahwa "Ibu adalah segalanya", "Ibu adalah pendidik nomor satu sebelum anak itu benar-benar sekolah", "Ibu adalah sumber kasih sayang". Aku selalu terpana melihat kata-kata ini, well bukan terpana karena merasa hal itu "benar", tapi terpana karena sedih...

Berbicara tentang peran ibu, berarti kita juga berbicara tentang peran wanita, peran Gender. Saya tidak begitu banyak tau tentang pengertian dan polemik Gender seperti yang lainnya, mereka selalu mengatakan, hidup kesetaraan gender, perjuangkan persamaan gender, and so on.. Saya memang tidak pandai berorasi atau pandai bercerita, saya hanya punya satu pengalaman yang berbeda dari semua pendapat tentang "gender".

Bagiku, Ibu  adalah mahluk yang "menggemaskan", "sulit ditebak", "memiliki kompleksitas permasalahan yang rumit", "mudah cape", "mudah marah", "sibuk bekerja", "tidak mau mendengarkan", "selalu benar", "kritis pada hal-hal yang paling kecil", dan "tidak mudah percaya".
Disaat semua wanita lain ingin mendapatkan tempat dan kedudukan seperti para pria, saya hanya bisa menonton, merasakan, dan mengatakan pada diri sendiri "apa sie yang ibu-ibu ini lakukan?"..

Kesetaraan wanita atau peran Gender, jika yang dimaksud adalah kesamaan lapangan pekerjaan, ya setuju-setuju saja, tapi saya punya pengalaman lain. Ibu saya bekerja setiap hari dari senin sampai jum'at, bahkan dulu sabtu pun masuk kerja, karena bagiannya shift malam. Pergi dari rumah pukul 6 dan datang ke rumah pukul 6 lagi, ditambah shift malam dari jam 8 sampai besok pagi. Shift malam ini selalu ada tiga kali dalam satu minggu. Pekerjaan ini sudah ibu saya lakukan sejak saya bayi, bahkan mungkin sebelum beliau menikah. Oleh karena itu, Ibu jarang sekali berada di rumah, saya pun tidak pernah "curhat" dan "ngobrol" dengan beliau saat itu. Setiap kali saya ingin menceritakan sesuatu, ibu selalu mengatakan "nanti ya, mamah cape" atau "udah ah, kamu cerita terus, mamah ngantuk, sama papa aja". Ya untungnya, ayah saya masih baik hati mau mendengarkan semua masalah dan gejolak anak muda saat itu, karena ayah memang lebih terbuka dibanding "mamah", bahkan saya lebih dekat dengannya. Ayahlah yang selalu ada di memori saya ketika bermain, bercerita, dan bersenda gurau. Ayah juga pernah bilang waktu itu, "mamah memang sibuk bekerja, tapi itu juga buat kita, jadi, teteh harus mengerti ya". Waktu saya remaja, tetap saja, saya belum bisa mengerti maksud perkataan ayah itu, dari hati dan jiwa yang paling dalam, bagaimana saya bisa mengerti padahal saya sangat merindukan pelukan dan kasih sayang seorang ibu. Setiap kali berkunjung ke rumah teman, saya selalu melihat, ibu mereka langsung menyapa dari dalam rumah, kemudian mereka saling memeluk dan teman saya mencium tangan ibunya, sedangkan saya tiap kali pulang ke rumah, yang ada hanya "makanan di atas meja makan" tanpa ada senyuman yang membuat hangat masakan itu, bahkan terkadang saat pulang disambut dengan teriakan ibu yang sedang memarahi ayah. umm sungguh pemandangan yang ironis sekali.

Terkadang saya heran, di keluarga saya semuanya tampak terbalik, ayah yang sering berada di rumah, sedangkan ibu di luar, saya juga pernah lihat foto ayah sedang menggendongku di pahanya sambil memberi susu, ayah memang pernah bilang, "mamah itu hanya memberikan kamu ASI selama lima hari teh, karena kepalang sakit, waktu mau diberikan ASI lagi, eh tetehnya yang ga mau". Ooo, pantesan saya sering sakit waktu kecil, karena kurangnya ASI juga bisa berpengaruh terhadap "imunitas tubuh seseorang terhadap penyakit".

Hal yang paling sedih adalah saat saya tidak bisa mengungkapkan masalah yang paling privasi pada ibu, saya merasa ibu tidak perhatian, sehingga saya mencoba mencari kasih sayang dari luar. Sayangnya, jalan yang saya temui, menjerumuskan pada hal yang tidak baik, dan sekali lagi saya pun tidak bisa menceritakannya pada ibu sendiri. So, from that time, I try to asked my self, why..??

Dari buku 'empowering your child" karangan C. Fred Bateman, I found something interesting and open my eyes. Ternyata sejak dalam kandungan seorang bayi dapat merasakan "mood" ibunya, apakah itu "good mood" or "bad mood". Saat seorang ibu hamil sering merasa cemas, khawatir, kesal, marah, ketakutan dan emosi negatif lainnya, secara tidak langsung zat kimia yang dihasilkan oleh hormon emosi negatif tersebut, masuk ke dalam otak bayi, dan saat bayi itu lahir dan beranjak dewasa, akan menghasilkan anak-anak yang memilki karakter hiperaktif atau mudah marah. Wow, begitu ber-efeknya mood seorang ibu pada karakter anaknya. Karena "penasaran", akhirnya saya mulai bertanya pada ibu saya sendiri, "mah, waktu mamah mengandung saya, apa yang sering mamah rasakan saat itu?", dan beliau mengatakan
"waktu mamah mengandung kamu, mamah sering sekali merasa kecewa, seolah-olah selama 9 bulan itu, masalah tidak pernah berhenti, kerjaannya mamah setiap hari nangis terus, kesel ya marah, dan stress juga", "kenapa mah? kok bisa seperti itu?",
"yah, tau lah, banyak sekali permasalahan yang muncul di awal pernikahan, dari segi ekonomi, keluarga ayahmu, bahkan sikap ayahmu sendiri pada mamah".

Saya hanya bisa terdiam dan merenung saat itu, ternyata, memang benar, apa yang ibu rasakan saat mengandung saya, sedikitnya tergambar dalam karakter diri, saya sering menemukan saya mudah stress, mudah marah, dan terlalu sensitif pada apa yang orang lain katakan. Entah apakah ini juga pengaruh dari ketidakdekatan dengan ibu, yang saya rasakan, saat menghadapi masalah lebih mudah "down" dan kemandirian yang kurang.

Namun, saya menceritakan semua ini bukan untuk mengeluh atau menyalahkan, saya hanya ingin sharing dan berbagi pengalaman. Oleh sebab itu, bagi para wanita yang senang sekali menggaumkan "peran dan persamaan gender", saya ingin sekali bertanya persamaan gender seperti apa yang mereka inginkan?
Apakah persamaan gender untuk mencetak generasi-generasi yang mudah marah dan rentan terhadap masalah seperti saya, atau generasi-generasi yang penuh kasih sayang.

Setelah mulai dewasa dan bisa berpikir mandiri, saya mulai mengerti kenapa wanita atau ibu pun ingin bekerja. Ketika kondisi ekonomi yang menghimpit dan kebutuhan keluarga menuntut untuk dipenuhi, maka, para isteri-isteri ini tergerak hatinya untuk membantu suami, tapi yang menjadi masalah adalah ketika waktu yang mereka korbankan adalah waktu bersama dengan keluarga dan anak-anaknya. Permasalahan lain muncul saat para isteri bekerja, suami kurang menghargainya bahkan menyalahkannya karena dia bekerja, padahal sang isteri ini hanya ingin membantu suaminya. So, menurut saya, baik itu wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja, bisa menghadapi masalah yang sama, jika para suami tidak betul-betul menghormati, menghargai, menyayangi dan memposisikan wanita sebagai "ibu dan isteri keluarga" tapi  hanya sebatas"pendamping suami" saja.

Jadi, bagi para calon ibu dan yang telah menjadi ibu di luar sana, "menjadi seorang ibu itu bukan hal yang salah, justru itu adalah suatu tugas yang sangat mulia". Waktu yang kita luangkan di luar, baik itu bekerja, dan lain-lain, tidak akan pernah tergantikan dengan waktu yang kita luangkan bersama dengan anak-anak.

Saya pun menyadari,  meskipun nanti saya harus melakukan hal yang sama, bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, saya ingin menanamkam dalam diri saya yang paling dalam, bahwa, anak dan keluarga tetap nomor satu, dan saya berharap pada Allah, semoga selalu dilindungi dan diberikan suami yang sholeh, pengertian dan sayang pada isteri serta keluarga, suami yang paham bagaimana peran dan tugas seorang wanita, seorang suami yang bisa bekerja sama membangun keluarga yang benar-benar penuh kasih sayang dan sejahtera, karena bagaimanapun peran seorang ibu tidak bisa maksimal tanpa peran ayah yang penuh pengertian dan dukungan, begitupun ayah atau suami tidak akan bisa melangkah tinggi tanpa bantuan dan dorongan dari isteri yang sholeh.

Bagaimanapun, wanita tidak bisa disejajarkan dengan pria, karena kedudukan wanita dalam islam lebih tinggi, bahkan, saat sahabat Rasul bertanya, siapa yang harus kita utamakan, Rosul berkata "ibu, ibu, ibu" "dan ayahmu". Perkataan ibu hingga disebut tiga kali daripada ayah, ini menunjukkan bahwa ibu memang lebih tinggi tiga kali dibanding ayah, jadi jika seorang wanita bisa menjadi seorang profesor, atau manajer, direktur, guru besar, dll, maka bagi saya ia tiga kali lebih hebat dibanding pria, dan jika seorang wanita merokok, maka ia tiga kali lebih rendah dibanding pria. Jadi, jika kita ingin sejajar dengan pria, dari segi nilai, artinya kita menurunkan derajat diri sendiri, tapi jika yang dimaksud adalah persamaan dalam pendidikan, hak, pengakuan, penghargaan serta fasilitas, hal itu boleh diperjuangkan. Mungkin bukan persamaan gender tapi pengarusutamaan gender..hehehehe..jadi, masyarakat tau dimana tempat laki-laki, dimana tempat perempuan, karena memang laki-laki dan perempuan itu berbeda, jenis kelaminnya, tanggung jawabnya, dan perannya. Tapi tentu saja, wanita di mata Tuhan, lebih mulia, ampe tiga kali lebih mulianya, hehehe dan wanita juga punya kesempatan dalam akses pendidikan serta lapangan pekerjaan yang sesuai dengan perannya masing-masing.

What a happy mom :)

I am happy to be a woman, and someday, I really love to be a mother for my child...so, I will do the best for them, and to be an inspiring mom for the children, hehehe..aamiinn

Jya, selamat hari Ibu untuk semua ibu-ibu di dunia...luvv and support you so much... :)

With Luv

Ghie